Langsung ke konten utama

Postingan

Biodata Syarief Fajaruddin

Nama Lengkap        : Syarief Fajaruddin Panggilan                  : Syarief NIM                              : 20701261011 Prodi                           : S3 - Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Institusi asal            : Universitas Negeri Yogyakarta Domisili                     : Gunungkidul, Yogyakarta Email                           : syarieffajaruddin.2020@student.uny.ac.id Orcid ID                           :  https://orcid.org/0000-0001-7993-9413 Riwayat Pendidikan No. Prodi Perguruan Tinggi 1. Pendidikan Bahasa Jerman Universitas Negeri Yogyakarta 2. Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Postingan terbaru

‘a priori’ dan ‘a posteriori’

  Imanuel Kant dalam Kritik der Reinen Vernunft , membedakan adanya tiga macam putusan (Kant, 1998) . Pertama, Putusan analitis apriori ; dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (m i salnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, Putusan sintesis aposteriori , misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, karena dinyatakan setelah (=post, bahasa latin) mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah diketahui. Dan ketiga, Putusan sintesis apriori ; disini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat apriori juga. Misalnya, putusan yang berbunyi “segala kejadian mempunyai sebabnya” (Burhanuddin, 2013) . Untuk merumuskan tiga macam putusan tersebut, Kant membedakan dua macam putusan, yaitu putusan analitis apriori dan putusan sintesis aposteriori (Noor, 2010) . Dalam putusan analitis yang bersifat apriori, s

Sulitnya belajar Filsafat

Kesulitan belajar menjadi salah satu kendala dalam terjadinya proses pembelajaran yang efektif (Mary, 2020) . Kesulitan belajar merupakan hambatan yang ditemui seseorang dalam belajar yang dapat muncul dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari luar diri siswa itu sendiri yang menyebabkan siswa tersebut tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran (Minarti et al., 2015) . Kesulitan belajar ini juga terjadi pada pembelajaran filsafat (Mary, 2020; Miswari, 2016; Supriyatin, 2022) . Pembelajaran filsafat merupakan proses pembelajaran yang menuntut untuk berpikir tentang sesuatu yang abstrak. Sesuatu yang abstrak yang mempengaruhi pola pikir dan sikap perbuatan mereka sendiri. Menurut Descartes (1955) filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Kita berpikir itulah yang menyebabkan kita ada (Descartes, 1955) . Karena itu, penanda penting manusia hakikatnya adalah kemampuan berpikir itu sendiri. Lalu bagaimana manusia yang tidak

Sumber pengetahuan dari buku “Critique of Pure Reason”

  Critique of Pure Reason (Kritik atas Akal Budi Murni) merupakan hasil karya filsuf dari Jerman, Immanuel Kant (1724-1804). Buku ini memiliki judul asli Kritik der reinen Vernunft yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1781 dan direvisi secara substansial di edisi kedua yang terbit pada tahun 1787, lalu dialihbahasakan ke dalam Bahasa Inggris oleh Norman Kemp Smith dengan judul Critique of Pure Reason , terbit pada tahun 1929. Tujuan utama Critique of Pure Reason adalah mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme (antara akal budi dengan indera) dengan menunjukkan bahwa keduanya saling melengkapi. Imanuel Kant menulis buku ini untuk mengetahui apakah penalaran murni memiliki batas, dan apakah dia bisa digunakan untuk mencapa i pengetahuan yang paling murni – dasar, tanpa menggunakan indra perasa atau dipengaruhi oleh objek yang ditelitinya. Kant memberi pernyataan bahwa pengetahuan dimulai dari pengalaman, namun tidak berarti bahwa semua pengetahuan berasal dar

Politik dan Idiologi Pendidikan Matematika

A.   Politics Masalah umum pendidikan di Indonesia adalah masalah yang terangkai oleh masalah lain. Diantaranya adalah ketika pendidikan dipandang sebagai komponen industri yang terus menyeret ke semua arah terkait pendidikan. Lembaga pendidikan praktis menjadi lembaga produksi penghasil bahan yang dituntut pasar. Akibatnya, lembaga pendidikan hanyalah “pabrik” untuk memproduksi anak-anak. Ini terkait dengan cara/model guru memberikan arahan terhadap siswa. Guru masih sebagai pusat dalam memberikan pengajaran dan doktrinasi kepada anak-anak yang merupakan bagian dari praktik-praktik pendidikan yang terjadi saat ini. Padahal, seharusnya pendidik/guru terbaik adalah guru yang memiliki sifat liberal, humanis, progresif, sosialis dan demokrasi (Marsigit, 2015) . Pertama adalah conservative , yaitu pendidikan yang universal dan terbebas dari praktik-praktik indoktrinasi. Proses pendidikan bertujuan membangun kemampuan siswa untuk mengenali dirinya sendiri. Guru menempatkan posisinya s